15 Tahun Ngamen di Jalanan, Kini Hasilkan 50 Album
”Sakiknyo Patah Bacinto, Padiah Luko, Manyeso Dalam Dado”. Sepenggal
lirik lagu di atas, pastilah bakal membawa nostalgia penggemar lagu
Minang ke 17 tahun silam. Tepatnya, tahun 1998 lalu. Sekaligus
mengingatkan pada satu nama artis yang identik dengan kacamata hitamnya.
Siapakah dia?
Ya, dialah Boy Shandy. Pria kelahiran Padang, 11 April 1975 ini,
boleh dikatakan ikon penyanyi Minang. Nyaris tidak ada orang yang tidak
mengenal namanya di seantaro ranah Minang ini.
Tidak salah pulalah kiranya, sejumlah tulisan di jejaring sosial
menasbihkan hampir setiap sudut rumah Sumbar memiliki kaset atau pun
Video Compact Disc (VCD) penyanyi satu ini.
Anak kedua dari lima bersaudara buah kasih pasangan Burhanudin dan
Malinur ini, sudah dianugrahi talenta luar biasa dalam bermusik dan
menyanyi sedari kecil.
Bahkan, saat usianya baru beranjak 8 tahun, Boy Shandy terbiasa
merakit alat musik sendiri. Misalnya, drum dari jeriken dan gendang dari
kulit kambing, serta gitar dari nilon.
Ketika anak seusianya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Boy Shandy
justru menjalani hidup menjadi seorang pengamen. Kekurangan fisik yang
dialaminya bukanlah cacat fisik bawaan dari lahir.
Kedua matanya tidak dapat berfungsi sejak Boy Shandy berumur 2 tahun.
Menurut penuturan sang ibunya, dia buta akibat sering menangis sejak
lahir.
“Sejak kecil, kata ibu, saya hampir tidak pernah berhenti menangis.
Entah karena kekeringan air mata, atau akibat mata terlanjur basah. Ada
juga yang mengatakan, dampak sakit campak sewaktu kecil yang tumbuh di
sekitar mata saya,” ujarnya.
Kendati begitu, kekurangan fisik tak membuatnya berputus asa. Apa pun
yang dilakukan orang normal, juga dilakukannya. Mulai dari berjalan
tanpa tongkat, mengayuh sepeda, mengendarai sepeda motor, bahkan
menyetir mobil sudah pernah dicobanya.
“Saya tidak pernah merasa minder dengan kawan-kawan sebaya. Apa yang
mereka kerjakan, saya pelajari juga. Kalau berkendara sih, ya ada yang
teman atau keluarga memandu dan memberi isyarat,” ucapnya sambil
tertawa.
Dijumpai Padang Ekspres di kediamannya RT 01 RW 04 Kelurahan
Kalumbuk, Kecamatan Kuranji, akhir bulan lalu, Boy Shandy tersipu malu
ketika ditanya soal kisah cintanya.
Menurut penuturannya, dia mengukuhkan ikatan cintanya dengan Anita
Febrina, 34, wanita cantik asal Payakumbuh, akhir 2005 lalu. Tahun ini,
buah hati mereka satu-satunya, Livana Gita, sudah menanjak usia 9 tahun.
Sepuluh tahun sudah keduanya mengarungi bahtera rumahtangga. Boy
Shandy mengaku tidak butuh waktu lama memantapkan hatinya, dan membawa
kekasih pujaannya itu ke kursi pelaminan.
“Kami kenal pertengahan tahun 2004, saat itu saya jadi bintang tamu
pada sebuah iven lomba nyanyi. Saat itu, Anita mendampingi temannya yang
ikut jadi peserta lomba. Setelah ngobrol-ngobrol satu sama lain, jadi
dekat dan mengalir begitu saja,” kenangnya.
Berbicara perihal karir di blantika musik ranah Minang, Boy Shandy
mengatakan bahwa lebih kurang 50 album sudah dirilisnya. Ke semuanya
itu, merangkup beraneka jenis aliran musik.
Mulai dari pop Minang, Melayu, Nostalgia Indonesia, Saluang,
Gamad, Dangdut Nostalgia, Remix hingga genre Slow Rock sudah mengalun
dari bibirnya.
Sejumlah lagu-lagunya yang menghiasi situs Youtube, juga tidak kalah
sepi peminat. Di antara video klipnya yang paling banyak dilihat viewers
antara lain Rindu Bapusarokan (149 ribu viewers), Tirai Sulam Emas (230
ribu viewers) Luko Den Baok Mati (257 ribu viewers), dan Seroja (481
ribu viewers).
Boy Shandy mengaku, seluruh produser musik di setiap penjuru Sumbar
sudah dicicipinya. Seingatnya, Nedi Gampo merupakan musisi senior yang
pertama kali mengajaknya ke dapur rekaman.
“Saat itu saya tampil menyanyi pada suatu pesta perkawinan. Di situ
rupanya ada beliau, usai pesta saya diajak rekaman. Saya masih ingat
lokasinya di sekitar Pasir Jambak tahun 1998. Lagu pertama saya waktu
itu berjudul Sakik Patah Bacinto itu,” ujar Boy Shandy.
15 Tahun Mengamen
Boy Shandy bukanlah artis karbitan. Dia memulai kariernya dengan
mengamen di jalanan selama 15 tahun (tahun 1983 sampai 1998, red). Naik
turun bus, sudah menjadi hal biasa dilaluinya. Pengakuan Boy Shandy,
Sumbar– Riau sudah hampir dijelajahinya dalam mengadu untung sebagai
pengamen.
“Dulu penghasilan Rp 20.00 sehari, sudah sangat besar sekali. Waktu
itu belum krisis moneter, gaji pegawai kantoran baru sekitar Rp 150 ribu
sebulan. Bahkan, tahun 1992 dan 1993 di area pasar Kota Pekanbaru sehari bisa memperoleh Rp 100 ribu,” ungkapnya.
Berbekal kemahirannya menciptakan dan mengaransemen lagu, membuat Boy
Shandy mengembangkan sayap menjadi produser (tahun 2007, red). Bersama
sang istri, dia mendirikan studio rekaman berlabel Sonata Record.
Sederet penyanyi pendatang baru sudah diorbitkannya melalui label
ini, seperti Rina Viola, Cici Wianora, Suci Piliang, Ril Gani, Real
Andrean dan Lala Bunga.
Khusus nama terakhir, menjadi tandem Boy Shandy dalam album terbaru
mereka bertajuk Dendang Indang Saluang yang dirilis awal Agustus
kemarin. Penasaran seperti apa penampilan Boy Shandy dalam kekinian?
Silakan beli VCD terbarunya! (*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar