Senin, 17 Agustus 2015

Riki Thresia, antara Karir Menyanyi dan Polisi

Dimuat di Padang Ekspres edisi 16 May 2015

Didukung Komandan, Utamakan Tugas Kepolisian
”Garudo tabang ateh langik mak Turunlah gajah patah gadiang
Manyasok lalu ka tapian
Tampak nan dari tabang ka hulu.”
Lagu ini menjadi andalan Riki Thresia pada album keduanya. Bagaimana keseharian Riki Thresia membagi waktu antara karir dan menyanyi?
Penampilan Tere—sapaan akrab Riki Thresia—dalam video klip lagu ini menceritakan kisah nyata seorang polisi tahun 2014 lalu. Target operasi dalam video klip tersebut merupakan seorang pembawa sabu, ganja dan senjata tajam.
Ketika Reskrim Padang Selatan berhasil menangkap si pengedar, alangkah kagetnya sang polisi, ternyata pelakunya adalah adik kandungnya sendiri.
Ibunya pun tidak tahu bahwa sang adik ditangkap oleh kakak kandungnya. Bahkan, temannya sesama polisi, tidak menduga bahwa pengedar narkoba itu adalah adik Tere.  
Kisah inilah yang diceritakan Tere kepada Wan Parau, dan berujung pada pembuatan sebuah video klip lagunya. Tere adalah anggota Polsekta Padang Selatan.  
“Waku mengikuti pendidikan kepolisian di Padangbesi, banyak rekan-rekan bernama Riki. Ketika yang satu melakukan kesalahan, semua bernama Riki dihukum. Akhirnya, salah seorang komandan memberi singkatan nama Riki Thresia menjadi Tere,” tutur anak keempat pasangan Nutria dan Zainul Abidin itu.
Tere hobi menyanyi sejak kelas 2 SMP.  Wan Parau menjadi pelatih olah vokal dan pernapasan. Akhirnya, album perdana berhasil diluncurkan tahun 2013, dengan 10 buah lagu karya Wan Parau.
“Latihan sering digelar di Taman Makam Pahlawan Lolong. Bergitar di pinggir jalan raya dan akhirnya dipercaya membawakan 10 karya Wan Parau, saya benar-benar tidak menyangka,” ucap suami dari Lisa Febrina ini.
Memakan waktu sekitar dua bulan, album yang diproduseri Randi Fermansen ini pun rampung. Menurut Tere, album bertajuk Mambangkik Batang Tarandam ini, mendapat sambutan hangat di belantika musik Minang.
 “Alhamdulillah tanggapan masyarakat cukup baik, kurang lebih 5 ribu copy CD terjual,” ujar pria kelahiran 10 Mei 1981 ini.
Setelah sukses merilis album pertama, ia pun kembali dipercaya menggarap album berikutnya. Oktober 2014, Tere merilis album kedua. Musisi Minang kenamaan seperti Yen Rustam, Wan Parau, Alextri Chaniago, dan Faisal Chank turut andil menyumbangkan karyanya dalam album kedua ini.
“Ada beberapa lagu andalan dalam album ini, seperti Maafkan karya Yen Rustam, dan Pasan Mande, Mangalah Bukan Dek Kalah karya Wan Parau, Limau Puruik karya Faisal Chank, serta Sitinjau Lauik dan Cinto di Pantai Padang karya Alextri Caniago,” sebut Tere.
Lagu Minang, menurut Tere, tidak semudah dipikirkan, meskipun sudah menjadi bahasa sehari-hari. “Harus paham dengan tema supaya meresapi makna lagu. Masalah cengkok juga tidak kalah sulitnya, berbeda dengan lagu pop,” ujarnya.
Di sela kesibukan sehari-hari, Tere tetap memprioritaskan kewajibannya sebagai seorang polisi.
“Saya bernyanyi dengan tidak meninggalkan tugas, shooting saja kalau tidak ada izin komandan tidak bisa. Sabtu-Minggu sekalipun bila ada jadwal mentas, jika bentrok dengan piket, pementasan terpaksa dibatalkan,” tuturnya.
Yang penting, tambahnya, bisa menjalani dua kehidupan berbeda. Tere berharap dengan mendedikasikan diri di dunia hiburan Minang dapat mengurangi imej jelek kepolisian selama ini.
“Ada sisi lain dari seorang polisi, dan tidak semua polisi identik dengan kekerasan. Polisi sama dengan instansi lain, cuma diberi wewenang khusus menegakkan hukum oleh negara. Mudah-mudahan polisi tidak lagi menjadi momok yang ditakuti dan dimusuhi masyarakat. Semoga album pertama dan kedua diterima di masyarakat,” ucapnya.
Menjadi seorang penyanyi Minang, tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Tere.
“Saya benar-benar tidak menyangka, awalnya hanya fokus karir sebagai polisi. Alhamdulilah komandan sangat mendukung, dalam berbagai kesempatan komandan selalu membantu promosi lagu-lagu saya, ko anggota ambo, balilah albumnyo,” ucap Tere melafalkan gaya komandannya.
“Kalau tampil di hadapan komandan, selalu di-request lagu Mambangkik Batang Tarandam karena kisah hidup komandan yang berasal dari keluarga kurang mampu, dengan rumah beratapkan rumbio semasa kecil,” tambahnya.
Tere ikut berbangga seiring booming lagu Minang di kalangan generasi muda, sekaligus menyayangkan masih maraknya pembajak lagu Minang.
“Kalau saja konsumen tahu susahnya membuat lagu, mereka tidak akan mau membeli VCD bajakan. Alangkah besarnya kerugian yang diderita industri musik. Waktu, biaya, tenaga dan pemikiran produser terkuras membuat sebuah karya, sayangnya bajakan tetap merajalela,” imbuh ayah Stiven Limbelju dan Deca Febriangela ini. (*)

2 komentar: