Dimuat di Padang Ekspres edisi 16 May 2015
Didukung Komandan, Utamakan Tugas Kepolisian
”Garudo tabang ateh langik mak Turunlah gajah patah gadiang
Manyasok lalu ka tapian
Tampak nan dari tabang ka hulu.”
Manyasok lalu ka tapian
Tampak nan dari tabang ka hulu.”
Lagu ini menjadi andalan Riki Thresia pada album keduanya. Bagaimana
keseharian Riki Thresia membagi waktu antara karir dan menyanyi?
Penampilan Tere—sapaan akrab Riki Thresia—dalam video klip lagu ini
menceritakan kisah nyata seorang polisi tahun 2014 lalu. Target operasi
dalam video klip tersebut merupakan seorang pembawa sabu, ganja dan
senjata tajam.
Ketika Reskrim Padang Selatan berhasil menangkap si pengedar,
alangkah kagetnya sang polisi, ternyata pelakunya adalah adik kandungnya
sendiri.
Ibunya pun tidak tahu bahwa sang adik ditangkap oleh kakak
kandungnya. Bahkan, temannya sesama polisi, tidak menduga bahwa pengedar
narkoba itu adalah adik Tere.
Kisah inilah yang diceritakan Tere kepada Wan Parau, dan berujung pada pembuatan sebuah video klip lagunya. Tere adalah anggota Polsekta Padang Selatan.
“Waku mengikuti pendidikan kepolisian di Padangbesi, banyak
rekan-rekan bernama Riki. Ketika yang satu melakukan kesalahan, semua
bernama Riki dihukum. Akhirnya, salah seorang komandan memberi singkatan
nama Riki Thresia menjadi Tere,” tutur anak keempat pasangan Nutria dan
Zainul Abidin itu.
Tere hobi menyanyi sejak kelas 2 SMP. Wan Parau menjadi pelatih olah
vokal dan pernapasan. Akhirnya, album perdana berhasil diluncurkan
tahun 2013, dengan 10 buah lagu karya Wan Parau.
“Latihan sering digelar di Taman Makam Pahlawan Lolong. Bergitar di
pinggir jalan raya dan akhirnya dipercaya membawakan 10 karya Wan Parau,
saya benar-benar tidak menyangka,” ucap suami dari Lisa Febrina ini.
Memakan waktu sekitar dua bulan, album yang diproduseri Randi
Fermansen ini pun rampung. Menurut Tere, album bertajuk Mambangkik
Batang Tarandam ini, mendapat sambutan hangat di belantika musik Minang.
“Alhamdulillah tanggapan masyarakat cukup baik, kurang lebih 5 ribu copy CD terjual,” ujar pria kelahiran 10 Mei 1981 ini.
Setelah sukses merilis album pertama, ia pun kembali dipercaya
menggarap album berikutnya. Oktober 2014, Tere merilis album kedua.
Musisi Minang kenamaan seperti Yen Rustam, Wan Parau, Alextri Chaniago,
dan Faisal Chank turut andil menyumbangkan karyanya dalam album kedua
ini.
“Ada beberapa lagu andalan dalam album ini, seperti Maafkan karya Yen
Rustam, dan Pasan Mande, Mangalah Bukan Dek Kalah karya Wan Parau,
Limau Puruik karya Faisal Chank, serta Sitinjau Lauik dan Cinto di
Pantai Padang karya Alextri Caniago,” sebut Tere.
Lagu Minang, menurut Tere, tidak semudah dipikirkan, meskipun sudah
menjadi bahasa sehari-hari. “Harus paham dengan tema supaya meresapi
makna lagu. Masalah cengkok juga tidak kalah sulitnya, berbeda dengan
lagu pop,” ujarnya.
Di sela kesibukan sehari-hari, Tere tetap memprioritaskan kewajibannya sebagai seorang polisi.
“Saya bernyanyi dengan tidak meninggalkan tugas, shooting saja kalau
tidak ada izin komandan tidak bisa. Sabtu-Minggu sekalipun bila ada
jadwal mentas, jika bentrok dengan piket, pementasan terpaksa
dibatalkan,” tuturnya.
Yang penting, tambahnya, bisa menjalani dua kehidupan berbeda. Tere
berharap dengan mendedikasikan diri di dunia hiburan Minang dapat
mengurangi imej jelek kepolisian selama ini.
“Ada sisi lain dari seorang polisi, dan tidak semua polisi identik
dengan kekerasan. Polisi sama dengan instansi lain, cuma diberi wewenang
khusus menegakkan hukum oleh negara. Mudah-mudahan polisi tidak lagi
menjadi momok yang ditakuti dan dimusuhi masyarakat. Semoga album
pertama dan kedua diterima di masyarakat,” ucapnya.
Menjadi seorang penyanyi Minang, tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Tere.
“Saya benar-benar tidak menyangka, awalnya hanya fokus karir sebagai
polisi. Alhamdulilah komandan sangat mendukung, dalam berbagai
kesempatan komandan selalu membantu promosi lagu-lagu saya, ko anggota
ambo, balilah albumnyo,” ucap Tere melafalkan gaya komandannya.
“Kalau tampil di hadapan komandan, selalu di-request lagu Mambangkik
Batang Tarandam karena kisah hidup komandan yang berasal dari keluarga
kurang mampu, dengan rumah beratapkan rumbio semasa kecil,” tambahnya.
Tere ikut berbangga seiring booming lagu Minang di kalangan generasi
muda, sekaligus menyayangkan masih maraknya pembajak lagu Minang.
“Kalau saja konsumen tahu susahnya membuat lagu, mereka tidak akan
mau membeli VCD bajakan. Alangkah besarnya kerugian yang diderita
industri musik. Waktu, biaya, tenaga dan pemikiran produser terkuras
membuat sebuah karya, sayangnya bajakan tetap merajalela,” imbuh ayah
Stiven Limbelju dan Deca Febriangela ini. (*)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSemoga sukses selalu ki
BalasHapus