Teringat dan Terkenang

Untuk menyingkap sisi lain batu nisanku kelak dimana hanya ada nama, kelahiran dan kematian, maka aku menulis!

Selasa, 18 Agustus 2015

Pondok Esek-esek Menjamur di Pasirjambak

Dimuat di Padang Ekspres dan Riau Pos edisi 10 Maret 2015



Pemko Padang masih butuh kerja keras untuk memberantas praktik maksiat di ibu kota Sumbar ini. Setelah payung ceper di Pantai Padang diberangus dan objek wisata kawasan Bungus gencar dirazia, kini objek wisata Pasirjambak dijadikan alternatif untuk bermesum ria.     
Pantauan Padang Ekspres, Kamis (5/3) siang lalu, setidaknya ada enam pasangan sedang asyik berduaan dalam pondok-pondok tertutup di pinggir pantai tersebut. Suasana sepi dan jauh dari keramaian seakan mendukung muda-mudi itu melakukan praktik esek-esek. 
Tidak hanya kawula muda, pasangan yang sudah berumur dan menggunakan mobil pun memilih tempat tersebut untuk berbuat mesum. Hanya memesan dua botol minuman seharga Rp 25.000, pengunjung bisa leluasa di pondok tersebut. 
“Kalau di sini, biasanya pengunjung memang untuk bermesraan,  sedangkan di sebelah sana (pondok yang terbuka, red), yang datang rata-rata rombongan keluarga dan anak-anak untuk liburan,” ungkap pemilik pondok yang enggan ditulis namanya setelah mengantar minuman pesanan pengunjung.
Eri, 40, warga setempat, termasuk yang gerah dengan keberadaan pondok esek-esek itu. “Selain sarang maksiat juga merusak pemandangan. Lebih mirip kandang ayam,” ujarnya.
Ketua pemuda setempat Syahrial, 43, mengakui keberadaan pondok-pondok tersebut sering memicu perselisihan antarwarga. “Kami tidak mau lagi ricuh gara-gara mempermasalahkan pondok-pondok itu,” ucapnya.
Pemilik pondok lainnya yang enggan menyebutkan nama, mengaku Januari lalu pondok miliknya telah dibongkar petugas Pemko.
“Camat, Dinas Pariwisata, LPM, dan petugas kelurahan telah datang ke sini bulan Januari untuk menyuruh kami membuka penutup pondok. Karena sepi pengunjung selama 2 bulan berturut-turut, kami terpaksa memasang penutup itu lagi,” ujar wanita paruh baya itu.
Selain beralasan sebagai mata pencarian satu-satunya, ia juga berdalih apabila penutupnya dibuka, pengunjung beralih ke hotel atau penginapan yang terdapat di jalan masuk pantai. “Jika dikatakan ini tempat maksiat, silakan. Tapi, mau gimana lagi, kami hanya mencari makan,” ujarnya.
Lain lagi Rosni, 54, pemilik pondok-pondok yang terbuka. Walau sepi pengunjung, lokasi yang disewa Rosni selama 2 tahun itu masih memberikan pemasukan untuk kebutuhannya sehari-hari.
Dengan tujuh unit pondok yang dimilikinya, hari-hari kerja Rosni mengaku memperoleh pemasukan Rp 50.000 sampai 80.000 sehari. Sedangkan hari Minggu atau hari libur, pemasukannya bisa Rp 200.000 sehari. “Biarlah sepi pengunjung yang penting uang yang diperoleh halal untuk dimakan,” ungkapnya. 
Lurah Pasie Nantigo, Satria menyebutkan, pedagang yang memiliki pondok esek-esek sudah diingatkan Januari 2015 lalu agar membuka penutup pondoknya.
“Kalau memang sekarang sudah dibuka lagi, nanti akan kami komunikasikan dengan tim untuk langkah selanjutnya,” ujarnya  saat dihubungi Padang Ekspres kemarin. 
Satria mengaku tidak sanggup menasihati pemilik pondok secara individu. “Kalau menasihati langsung surang-surang yo ndak talok ambo do,” ungkapnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar