Dimuat di Padang Ekspres dan Riau Pos edisi 10 Maret 2015
Pemko Padang masih butuh kerja keras untuk memberantas praktik
maksiat di ibu kota Sumbar ini. Setelah payung ceper di Pantai Padang
diberangus dan objek wisata kawasan Bungus gencar dirazia, kini objek
wisata Pasirjambak dijadikan alternatif untuk bermesum ria.
Pantauan Padang Ekspres, Kamis (5/3) siang lalu, setidaknya ada enam
pasangan sedang asyik berduaan dalam pondok-pondok tertutup di pinggir
pantai tersebut. Suasana sepi dan jauh dari keramaian seakan mendukung
muda-mudi itu melakukan praktik esek-esek.
Tidak hanya kawula muda, pasangan yang sudah berumur dan menggunakan
mobil pun memilih tempat tersebut untuk berbuat mesum. Hanya memesan dua
botol minuman seharga Rp 25.000, pengunjung bisa leluasa di pondok
tersebut.
“Kalau di sini, biasanya pengunjung memang untuk bermesraan,
sedangkan di sebelah sana (pondok yang terbuka, red), yang datang
rata-rata rombongan keluarga dan anak-anak untuk liburan,” ungkap
pemilik pondok yang enggan ditulis namanya setelah mengantar minuman
pesanan pengunjung.
Eri, 40, warga setempat, termasuk yang gerah dengan keberadaan pondok
esek-esek itu. “Selain sarang maksiat juga merusak pemandangan. Lebih
mirip kandang ayam,” ujarnya.
Ketua pemuda setempat Syahrial, 43, mengakui keberadaan pondok-pondok
tersebut sering memicu perselisihan antarwarga. “Kami tidak mau lagi
ricuh gara-gara mempermasalahkan pondok-pondok itu,” ucapnya.
Pemilik pondok lainnya yang enggan menyebutkan nama, mengaku Januari lalu pondok miliknya telah dibongkar petugas Pemko.
“Camat, Dinas Pariwisata, LPM, dan petugas kelurahan telah datang ke
sini bulan Januari untuk menyuruh kami membuka penutup pondok. Karena
sepi pengunjung selama 2 bulan berturut-turut, kami terpaksa memasang
penutup itu lagi,” ujar wanita paruh baya itu.
Selain beralasan sebagai mata pencarian satu-satunya, ia juga
berdalih apabila penutupnya dibuka, pengunjung beralih ke hotel atau
penginapan yang terdapat di jalan masuk pantai. “Jika dikatakan ini
tempat maksiat, silakan. Tapi, mau gimana lagi, kami hanya mencari
makan,” ujarnya.
Lain lagi Rosni, 54, pemilik pondok-pondok yang terbuka. Walau sepi
pengunjung, lokasi yang disewa Rosni selama 2 tahun itu masih memberikan
pemasukan untuk kebutuhannya sehari-hari.
Dengan tujuh unit pondok yang dimilikinya, hari-hari kerja Rosni mengaku memperoleh pemasukan Rp 50.000 sampai 80.000 sehari. Sedangkan
hari Minggu atau hari libur, pemasukannya bisa Rp 200.000 sehari.
“Biarlah sepi pengunjung yang penting uang yang diperoleh halal untuk
dimakan,” ungkapnya.
Lurah Pasie Nantigo, Satria menyebutkan, pedagang yang memiliki
pondok esek-esek sudah diingatkan Januari 2015 lalu agar membuka penutup
pondoknya.
“Kalau memang sekarang sudah dibuka lagi, nanti akan kami
komunikasikan dengan tim untuk langkah selanjutnya,” ujarnya saat
dihubungi Padang Ekspres kemarin.
Satria mengaku tidak sanggup menasihati pemilik pondok secara
individu. “Kalau menasihati langsung surang-surang yo ndak talok ambo
do,” ungkapnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar